BLOG DALAM PERBAIKAN
Posted by : Unknown Selasa, 03 November 2015



Kelompok 7 ( Anggur )
Anatasya Gabrilea ( 10513830 )
Gina Permatasari ( 13513737 )
Sinta Parwati ( 18513504 )
Yulsafa Tifanny ( 19513585 )
Muhamad Nurdin (15513753 )
Aulia syarafina (17511941)

Mata Kuliah: Psikologi Manajemen
Kelas: 3PA06


LEADERSHIP
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam kepemimpinan tentu ada seorang pemimpin yang bertugas untuk menjalankan semua kegiatan dalam pengaturan sebuah organisasi atau perusahaan. Kepemimpinan berkaitan dengan kecakapan, sikap, keterampilan dan pengaruh seseorang terhadap apa yang dia pimpin. Pemimpin juga harus memiliki kualifikasi jiwa kepemimpinan yang mampu mempengaruhi orang lain dalam melakukan aktivitas atau kegiatan yang berkaitan dengan tujuan terbentuknya sebuah organisasi tertentu. Pemimpin juga harus memenuhi segala macam kualifikasi yang dibutuhkan, termaksud dalam memberikan contoh yang baik kepada tim atau bawahannya sehingga ia layak disebut sebagai pemimpin.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi leadership?
2. Ada berapa macam teori kepemimpinan partisipatif dan jelaskan?

Tujuan
Dapat memahami dan menjelaskan definisi leadership dan teori kepemimpinan partisipatif menurut dougkes Mx Gregor, Rensit Likert, tannenbaum & Schmidt, Vroom & Yetten, Fiedler dan Konsep path goal theory.

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Definisi Leadership
Kepemimpinan mempunyai pengertian dan definisi yang berbeda. Para peneliti dan praktisi mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Sehingga menurut penelitian Bass & Stogdill (dalam Yukl, 1998) mengenai pengertian dan definisi kepemimpinan menyimpulkan bahwa “terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep tersebut.” Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hughes, et all (2002) bahwa perbedaan definisi kepemimpinan karena perbedaan cara meneliti, variasi alat ukur, dan perbedaan aspek kepemimpinan itu sendiri. Sedangkan menurut Yukl (1998) perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai aspek, antara lain: aspek siapa yang menggunakan pengaruh, sasaran yang ingin diperoleh dari pengaruh tersebut, cara bagaimana pengaruh tersebut digunakan, serta hasil dari usaha menggunakan pengaruh tersebut.



2.      Teori Kepemimpinan Partisifatif
a.      Teori X & Teori Y dari Dougles Mc Gregor
Salah satu model perilaku kepemimpinan adalah Teori X dan Y yang dikemukakan oleh Douglas Mc Gregor. Teori X dan Y didasarkan pada berbagai asumsi tentang para karyawan/pegawai dan bagaimana memotivasi mereka. Berbagai asumsi yang mendasari Teori X dan Y adalah:
Teori X
Teori Y
Karyawan cenderung tidak suka (malas) bekerja, kalau mungkin menghindarinya.
Karyawan suka bekerja.
Karyawan selalu ingin diarahkan.
Karyawan yang memiliki komitmen pada tujuan organisasi akan dapat mengarahkan dan mengendalikan dirinya sendiri.
Manajer harus selalu mengawasi kerja.

Karyawan belajar untuk menerima bahkan mencari tanggung jawab pada saat bekerja.

Asumsi yang dikembangkan Teori X pada dasarnya cenderung negatif dan gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi adalah gaya kepemimpinan petunjuk (directive leadership style). Gaya kepemimpinan petunjuk sangatlah tepat diterapkan manakala karyawan yang menjadi bawahannya tersebut cenderung pasif, malas bekerja, tidak kreatif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, peran pengarahan yang dilakukan oleh manajer suatu organisasi menjadi sangatlah dominan dan penting bagi kemajuan organisasinya tersebut. Tanpa arahan yang jelas dan baik, kinerja karyawan akan buruk, tugas-tugas pekerjaan yang dibebankan tidak dapat diselesaikan tepat waktu, atau kualitas penyelesaian pekerjaannya rendah.
Sementara itu, asumsi yang dikembangkan dalam Teori Y pada dasarnya cenderung positif dan gaya kepemimpinan yang diterapkannya adalah gaya kepemimpinan partisipatif (participative leadership style). Dalam Teori Y diasumsikan bahwa karyawan cenderung berperilaku positif. Karyawan pada dasarnya memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak malas bekerja, ingin kerja mandiri, dan memiliki komitmen yang tinggi dalam mencapai tujuan suatu organisasi. Di samping itu, karyawan juga memiliki kecenderungan untuk memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap setiap pekerjaan yang mereka kerjakan. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam situasi tersebut adalah gaya kepemimpinan partisipatif dimana para karyawan dilibatkan didalam proses pengambilan keputusan.

b.      Teori 4 sistem dari Rensit Likert
Kepimpinan yaitu kepercayaan terhadap bawahan, cara pengambilan keputusan, standar penilaian dan metode pelaksanaan tugas, cara pemimpin memotivasi bawahan, dan pola komunikasi antara pemimpin dengan bawahan. sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Ada dua macam gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.
Dalam gaya yang berorientasi pada tugas ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut:
1)      Pemimpin memberikan petunjuk kepada bawahan.
2)      Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan.
3)      Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai dengan keinginannya.
4)      Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas dari pada pembinaan dan pengembangan bawahan.
Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada karyawan atau bawahan ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut :
a)    Pemimpin lebih memberikan motivasi dari pada memberikan pengawasan kepada bawahan.
b)   Pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
c)    Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling menghormati di antara sesama anggota kelompok.
Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan adalah ada empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert 4  sistem tersebut terdiri dari
(1)     Sistem 1, otoritatif dan eksploitif:
Manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer komunikasi atasan dan bawahan memiliki jarak yang jauh.
(2)     Sistem 2, otoritatif dan benevolent:
Manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebuntuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Informasi mengalir keatas dibatasi untuk manajemen apa yang ingin didengar dan keputusan berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan
(3)     Sistem 3, konsultatif :
Manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan-keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Keputusan besar datang dari atas sementara ada beberapa lebih luas keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan dari pada ancaman hukuman.
(4)     Sistem 4, partisipatif:
Sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang baik kelompok manejemen mendorong partipasi dan keterlibatan dalam menetapkan tujuan kinerja yang tinggi.
State university of Michigan studies ( Rensis Likers) dan the managerial grid (blake & mouton). Studi Ohio state university penelitian ini menghasilkan perkembangan dari dua dimensi perilaku kepemimpinan berdasarkan tugas yang disebut dengan struktur prakarsa (initiating structure) dan perilaku pemimpin yang berorientasi pada karyawan yang disebut dengan pertimbangan (consideration) . Initiating structure menyangkut perilaku dimana pemimpin mengorganisir dan mendefinisikan hubungan-hubungan dalam kelompok fokus pemimpin pada tujuan dan hasil. Consideration menyangkut perilaku yang menunjukan persahabatan, saling mempercayai respek serta hubungan antara pemimpin dan bawahan yang kondusif. Pemimpin mendukung komunikasi yang terbuka dan partisipatif. Manajer yang berorientasi pada produk ( production oriented) dan manajer yang berorientasi pada karyawan (employee oriented) dari hasil penelitian ditemukan bahwa manajer yang berorientasi pada produk menetapkan standar kerja yang kaku, mengorganisasikan tugas sampai detail, menentukan metode kerja yang harus di ikuti dan mengawasi kerja karyawan secara ketat. Sedangkan manajer yang berorientasi pada pada karyawan mendorong mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan sasaran dan keputusan lain yang menyangkut pekerjaan serta membantu memastikan prestasi kerja yang tinggi dengan membangkitkan kepercayaan dan penghargaan.

c.       Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannebowm and Schmidt
Tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer.
Tujuh “pola kepemimpinan” yang di identifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt.
Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin. Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
1)     Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
2)      Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik
3)      Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan maka pemimpin membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
4)      Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
5)      Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
6)      Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
7)      Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.

d.      Teori kepemimpinan dari konsep modern choice approach participation yang memuat desicion tree for leadership dari vroom & yetten
Konsep Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton          
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
a.      AI (Autocratic)
Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.
b.      AII (Autocratic)
Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral.
c.       CI (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
d.      CII (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
e.       GII (Group Decision)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
a.       Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973).
b.      Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
c.       Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
d.      Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
e.       Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
f.       Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
g.      Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
h.      Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Model ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
1)   Beberapa proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah.
2)   Spesifikasi kriteria untuk menilai keefektifan keputusan yang termasuk dalam keefektifan keputusan antara lain: kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
3)   Kerangka untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik.
4)   Variabel diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan.

e.       Teori kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler
Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.
Asumsi dasar adalah bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan yang telah membuat ia berhasil, penekanan pada efektifitas dari suatu kelimpok, efektivitas suatu organisasi tegantung pada (is contingent upon), dua variable yang saling berinteraksi yaitu: 1) system motivasi dari pemimpin, 2) tingkat atau keadaan yang menyenangkan dari situasi.
Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967) menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai (Yukl, 2005:251). Fiedler menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol moderat.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
System kepemimpinan dibagi menjadi 3 dimensi:
1.      Hubungan pemimpin-pengikut
Pemimpin akan mempunyai lebih banyak kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan anggota-anggotanya, artinya kalau ia disenangi, dihormati dan dipercaya.
2.      Struktur tugas
Bahwa penugasan yang terstruktur baik, jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh dari pada kalau penugasaan itu kabur, tidak jelas dan tidak terstruktur.
3.      Posisi kekuasaan
Pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia memberi hukuman, mengangkat dan memecat, dari pada kalau ia memiliki kedudukan seperti itu.

f.        Teori kepemimpinan dari konsep path goal theory
Path Goal theory (teori jalur tujuan) dari kepemimpinan telah dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahannya. Teori ini pertama kali diungkapkan oleh Evans (1970) dan House (1971). House (1971) memformulasikan teori ini dengan versi yang lebih teliti dengan menyertakan variabel situasional. Teori tersebut semakin dimurnikan oleh beberapa penulis seperti Evans (1974); House dan Dessler (1974); House dan Mitchell (1974); dan House (1996).
Konsep Path Goal Theory of Leadership
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).
Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan antara usaha, kinerja, imbalan.
Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kepemimpinan menurut para peneliti dan praktisi mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Teori kepemimpinan partisipatif dibagi menjadi enam macam yaitu: Teori X & Teori Y dari Dougles Mc Gregor, Teori 4 sistem dari Rensit Likert, Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannebowm and Schmidt, Teori kepemimpinan dari konsep modern choice approach participation yang memuat decicion tree for leadership dari vroom & yetten, Teori kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler dan Teori kepemimpinan dari konsep path goal theory.
DAFTAR PUSTAKA

Ivancevich, dkk. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Purwanto, D. 2006. Komunikasi Bisnis. Jakarta: PENERBIT ERLANGGA
Kartini Kartono. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo Persada
Djamaludin Ancok. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Motivasi Bawahan di Militer. Journal of Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Volume 32. No. 2. Hal: 112-127.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Gina Permatasari - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -